Said bin Zubair adalah ulama besar pada zaman tabiin – zaman setelah periode sahabat Nabi. Ia terkenal faqih, salih, dan ahli ibadah. Pada suatu hari. Khalid bin Abdillah menemukannya shalat dibelakang Imam Ali Zainal Abidin as (bin Hussain bin Ali bin Abi Thalib). Ia ditangkap dan dihadapkan ke al-Hajaj, algojo Dinasti Umayyah. Terjadilah dialog yang menarik antara al-Hajaj dengan Said bin Zubair. Al-Hajaj: Namamu bukan Said bin Zubair (yang beruntung). Namamu Syaqiy bin Kusair ( Si Celaka anak si Melarat).Said: Ibuku lebih tahu tentang namaku daripadamu.Al-Hajaj: Bagaimana pendapatmu tentang Abu Bakar dan Umar. Apakah mereka di surga atau neraka?Said: Kalau aku masuk surga tahulah aku siapa yang ada disana, begitu pula kalau aku masuk neraka.Al-Hajaj: Bagaimana pendapatmu tentang para Khalifah?Said: Aku tidak mengurus mereka.Al-Hajaj: Siapa yang paling kamu cintai?Said: Yang paling disenangi Allah.Al-Hajaj: Siapa yang paling disenangi Allah?Said: itu hanyalah Allah yang tahu. Dia tahu apa yang tampak dan tersembunyi.Al-Hajaj: Kau berusaha melawanku?Said: Aku tidak senang berdusta.Said kemudian dipenggal. Tidak henti – hentinya ia membacakan ayat – ayat Al-Qur’an. Ketika kepalanya jatuh, kepala itu masih menggumamkan zikir tiga kali. Sekali keras, dua kali hampir tidak kedengaran. Sejak membunuh Said, Al-Hajaj menjadi gila. Ia terus – menerus diburu wajah Said yang mencemoohnya. (Al-Mas’udi 3:152). Mengapa Al-Hajaj tidak menyenangi Said? Al-Hajaj adalah tiran. Tidak ada yang paling dibenci tiran selain orang – orang yang berani berbicara dan tidak mau berdusta. “Dan tidaklah mereka menyiksa orang – orang kecuali karena mereka beriman kepada Allah, Maha Perkasa dan Maha Terpuji” (Al-Buruj : 8)."Bundel al-Tanwir" Yayasan Muthahhari. @Ama