Senin, 10 Agustus 2009

Fatimah Az-Zahra, Perempuan Teladan Dunia

Tanggal 20 Jumadits Tsani adalah hari kelahiran Sayyidah Fatimah Az-Zahra as., pada tahun ke-5 kenabian, rumah pasangan Nabi Muhammad saw dan Siti Khadijah as diliputi oleh suasana yang penuh dengan kebahagiaan. Karena di hari itu, mereka dianugrahi karunia ilahi yang begitu berharga, kelahiran seorang perempuan agung, yang tiada lain adalah Sayyidah Fatimah Az-Zahra as.
Kehadiran Fatimah laksana bunga yang mekar dengan begitu indahnya. Semerbak harumnya membuat jiwa-jiwa yang lunglai menjadi tercerahkan kembali. Kelahirannya mengakhiri seluruh pandangan dan keyakinan yang batil tentang perempuan. Saat Fatimah terlahir, Rasulullah pun menengadahkan kedua tangannya ke langit dan melantunkan doa syukur yang begitu indah. Dengan penuh suka cita, ia peluk si kecil Fatimah. Ia cium keningnya dan menatap wajahnya yang memancarkan cahaya kedamaian.
Sorotan mata Fatimah, membuat kalbu Rasulullah menjadi amat bahagia. Dengan lahirnya perempuan suci itu, Allah swt sepertinya membukakan khazanah harta karun alam semesta kepada sang Nabi saw. Sungguh benar apa yang dikatakan Al-Quran, bahwa Fatimah adalah Al-Kautsar. Allah swt berfirman: "Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu Al-Kautsar, nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus".
Surat pendek ini merupakan pesan ilahi yang membuat hati Rasulullah menjadi begitu gembira dan ia benar-benar meyakini janji ilahi. Fatimah terlahir ke dunia untuk menjadi pemimpin kaum perempuan dan dari keturunannya akan lahir para manusia-manusia agung penegak agama ilahi dan keadilan.
Salam atasmu wahai Fatimah Az-Zahra as, perempuan yang paling utama, Salam atasmu wahai manusia yang paling dicintai Nabi, Salam atasmu wahai Fatimah, manusia sempurna.
Rasulullah saw bersabda, "Putriku yang mulia, Fatimah adalah pemimpin perempuan dunia di seluruh zaman dan generasi. Ia adalah bidadari berwajah manusia. Setiap kali ia beribadah di mihrab dihadapan Tuhannya, cahaya wujudnya menyinari malaikat. Layaknya bintang-gemintang yang bersinar menerangi bumi".
Keutamaan dan keistimewaan yang dimiliki Sayyidah Fatimah as bukan hanya disebabkan ia adalah putri Rasulullah. Apa yang membuat pribadinya menjadi begitu luhur dan dihormati, lantaran akhlak dan kepribadiannya yang sangat mulia. Di samping itu, kesempurnaan dan keutamaan yang dimiliki Sayyidah Zahra as mengungkapkan sebuah hakikat bahwa masalah gender bukanlah faktor yang bisa menghambat seseorang untuk mencapai puncak kesempurnaan. Setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki potensi yang sama untuk meraih kesempurnaan.
Allah swt memberikan akal, kekuatan untuk memilih jalan hidup yang benar dan kemampuan untuk memahami hakikat alam semesta, kepada lelaki dan perempuan tanpa perbedaan. Kepribadian Sayyidah Fatimah yang begitu mulia, baik secara personal, maupun di lingkungan keluarga dan sosialnya menjadikan dirinya sebagai manifestasi nyata nilai-nilai Islam. Ia adalah contoh manusia teladan, seorang istri dan ibu yang penuh pengorbanan. Ia adalah contoh manusia sempurna yang seluruh wujudnya penuh dengan cinta, iman, dan makrifah.
Fatimah dilahirkan di tengah masyarakat yang tidak mengenal nilai-nilai luhur ilahi, penuh dengan kebodohan dan khurafat. Tradisi batil semacam membangga-banggakan diri, mengubur hidup-hidup anak perempuan, pertumpahan darah dan peperangan menjadi budaya yang telah berakar pinak dalam masyarakat Arab jahiliyah saat itu. Karena itu, Rasulullah saw pun akhirnya bangkit menyuarakan pesan-pesan suci Islam, menentang tradisi jahiliyah dan diskriminasi gender. Di tengah masyarakat terbelakang semacam itulah, kehadiran Fatimah, putri Rasulullah menjadi tolak ukur perempuan muslim.
Rasulullah saw, begitu menghormati Sayyidah Fatimah. Sebegitu mulianya akhlak Sayidah Fatimah itu, sampai-sampai Rasulullah saw senantiasa memuji dan menjadikannya sebagai putri yang paling ia sayangi dan cintai. Rasulullah saw bersabda: "Fatimah as adalah belahan jiwaku. Dia adalah malaikat berwajah manusia. Setiap kali aku merindukan aroma surga, aku pun mencium putriku, Fatimah". Suatu ketika, Rasulullah saw kepada putrinya itu berkata, "Wahai Zahra, Allah swt telah memilihmu, menghiasimu dengan pengetahuan yang sempurna dan mengistimewakanmu dari kaum perempuan dunia lainnya".
Dengan cara itu, Rasulullah sejatinya tengah memerangi pandangan jahiliyah yang melecehkan kaum perempuan. Beliau sangat menentang tindakan yang menghina kaum perempuan. Beliau tak segan-segan mencium tangan putrinya, padahal di masa itu, memiliki anak perempuan merupakan hal yang hina bagi seorang bapak.
Jiwa dan pribadi Fatimah mengenal konsepsi kehidupan yang paling luhur di rumah wahyu, di sisi pribadi agung Rasulullah saw. Setiap kali Rasulullah memperoleh wahyu, dengan penuh seksama Sayyidah Fatimah mendengarkan ajaran hikmah yang disampaikan oleh sang Ayah kepadanya. Sebegitu mendalamnya cinta kepada Allah dalam diri Fatimah, sampai-sampai tak ada apapun yang diinginkannya kecuali keridhoan Allah swt. Ketika Rasulullah saw berkata kepadanya, "Wahai Fatimah, apapun yang kamu pinta saat ini, katakanlah. Sebab Malaikat pembawa wahyu tengah berada di sisiku". Namun Fatimah menjawab, "Kelezatan yang aku peroleh dari berkhidmat kepada Allah, membuat diriku tak menginginkan apapun kecuali agar aku selalu bisa memandang keindahan Allah swt".Masa kanak-kanak Fatimah berlangsung di masa-masa dakwah Islam yang paling sulit. Puncak kesulitan itu terjadi di masa tiga tahun pemboikotan keluarga Bani Hasyim di Syi'b Abu Thalib yang dilakukan oleh kaum kafir Quraisy Mekkah. Tragisnya lagi di masa yang demikian sulit itu, Fatimah mesti kehilangan ibunda tercintanya, Sayyidah Khadijah as. Kepergian sang ibunda, membuat tanggung jawab Sayyidah Fatimah untuk merawat ayahandanya, Rasulullah saw kian bertambah. Di masa-masa yang penuh dengan cobaan dan tantangan itu, Sayyidah Fatimah menyaksikan secara langsung pengorbanan dan perjuangan yang dilakukan ayahandanya demi tegaknya agama ilahi.
Begitu juga dengan masa-masa awal pernikahannya dengan Imam Ali as saat berada di Madinah. Di masa itu, Sayyidah Fatimah juga melewati masa-masa sulit peperangan dengan kaum musyrikin. Ia pun selalu menjadi tumpuan hati Imam Ali di masa-masa yang sangat kritis saat itu. Saat suaminya pergi ke medan laga, ia menangani seluruh urusan rumah tangganya, merawat dan mendidik putra-putrinya sebaik mungkin. Dengan penuh kesabaran dan kasih sayang, ia senantiasa berusaha menjadi pendamping yang selalu tulus mendukung perjuangan Rasulullah, dan suaminya, Imam Ali as dalam menegakkan ajaran Islam.
Pasca wafatnya Rasulullah saw, umat Islam berada dalam situasi perselisihan yang amat krusial dan terancam pecah serta terjerumus dalam kesesatan. Namun dengan pemikiran yang jernih, Sayyidah Fatimah membaca kondisi umat Islam saat itu dengan penuh bijaksana, namun ia pun tak segan-segan untuk mengungkapkan titik lemah dan kelebihan umat Islam di masa itu. Dia sangat mengkhwatirkan masa depan umat dan memperingatkan masyarakat agar waspada terhadap faktor-faktor yang bisa menyesatkan umat. Dalam khotbah bersejarahnya, pasca kepergian Rasulullah saw, Sayyidah Fatimah as menegaskan bahwa jalan yang bisa menyelamatkan manusia adalah berpegang diri pada agama ilahi dan menaati perintah-perintahnya. (Irib/Ama)