Selasa, 18 Agustus 2009

Pesan Moral Ibadah Puasa (Shaum)

Ibadah puasa, seperti halnya ibadah-ibadah yang lain di dalam islam, merupakan salah satu cara mendekatkan diri kepada Allah SWT. Bukan hanya mendekatkan diri kepada Allah – ini yang sering kita lupakan – tetapi semua ibadah yang kita lakukan sebetulnya merupakan riyadhah untuk mendidikkan nilai moral tertentu, nilai akhlak tertentu. Setiap ibadah, baik ibadah puasa atau ibadah lain, di dalamnya terkandung apa yang kita sebut sebagai pesan moral. Bahkan begitu mulianya pesan moralnya. Apabila ibadah itu tidak meningkatkan akhlak kita, Rasulullah menganggap bahwa ibadah itu tidak bermakna. Dengan kata lain, kita tidak melaksanakan pesan moral ibadah itu.

Dalam suatu hadis diriwayatkan bahwa pada bulan Ramadhan ada seorang wanita sedang mencaci-maki pembantunya. Dan Rasulullah saw mendengarnya. Kemudian beliau menyuruh seseoang untuk membawa makan dan memanggil perempuan itu. Lalu Rasulullah saw bersabda, “makanlah makanan ini.” Perempuan itu menjawab.” Saya sedang berpuasa ya Rasulullah.” Rasul yang mulia bersabda lagi, “bagaimana mungkin kamu berpuasa padahal kamu mencaci maki pembantumu. Sesungguhnlya puasa adalah sebagai penghalang bagi kamu untuk tidak berbuat hal-hal yang tercela. Betapa sedikitnya orang yang puasa dan betapa banyaknya orang yang kelaparan.”

Ketika Rasulullah mengatakan “betapa sedikitnya yang puasa, dan betapa banyaknya yang kelaparan”. Nabi menunjakan kepada kita bahwa orang-orang yang hanya menahan lapar dan dahaga saja, tetapi tidak sanggup mewujudkan pesan moral ibadah itu, tidak lebih sekedar orang-orang yang lapar saja

Dalam hadis lain, Rasulullah saw bersabda, “banyak sekali orang yang berpuasa tetapi tidak mendapat apa-apa kecuali lapar dan dahaga.” Seseorang bias saja melakukan ibadah puasa. Dia sanggup mematuhi seluruh ketentuan fiqih, tetapi dia tidak sanggup mewujudkan pesan moral puasa itu. Bahkan kalau orang itu puasanya cacat, atau puasanya itu batal, atau melakukan hal hal yang terlarang, secara fiqih, maka tebusannya adalah menjalankan pesan moral itu. Misalnya pada bulan puasa, sepasang suami istri bercampur pada siang hari, maka kifaratnya ialah memberi makan enam puluh orang miskin, karena salah satu pesan moral puasa ialah memperhatikan orang orang yang lapar di sekitar kita.

Oleh sebab itu, kita temukan orang orang yang tidak sanggup berpuasa di dalam Al-Quran, diharuskan untuk mengeluarkan fidyah buat orang-orang miskin. Jadi kalaupun tidak sanggup menjalankan ritus puasa, tidak sanggup melakukan upacara pelaksanaan puasa itu, paling tidak, laksanakanlah pesan moral puasa itu. Yaitu menyantuni fakir miskin.

Sekali lagi, semua ajaran islam itu mengandung pesan moral. Dan pesan moral itulah yang saya pikir dipandang sangat penting di dalam islam. Mengapa islam menekankan prinsip moral itu? Prinsip akhlak itu? Karena kedatangan Rasulullah yang mulia saw. Bukan hanya untuk mengajarkan zikir dan doa. Bahkan Nabi secara tegas mengatakan bahwa misinya ialah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Oleh karena itu, seluruh ajaran islam diarahkan untuk menyampuranakan akhlak manusia.

Bahkan kalau ada orang yang menjalankan berbagai ibadah mahdah, tetapi kurang memperhatikan akhlaknya, islam tidak menghitung ibadah itu. Ketika kepada Rasulullah dikatakan, “Ya Rasulullah ada orang yang berpuasa di siang hari dan bangun di malam hari untuk melakukan qiyamul layl, tetapi dia menyakiti tetangganya dengan lidahnya. “ maka Rasulullah saw. Menjawab, “dia di neraka.”

Nabi pernah bertanya kepada sahabat-sahabatnya “ tahukah kalian siapa yang bangkrut itu?”

Lalu para sahabat berkata, “bagi kami yang bangkrut itu ialah orang yang kehilangan hartanlya dan seluruh miliknya.”

“tidak,” kata Rasulullah “yang bangkrut ialah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala dari puasanya, pahala zakatnya dan hajinya. Tetapi ketika pahala pahala itu ditimbang datanglah orang mengadu, “Ya Allah dahulu orang itu pernah menuduhku berbuat sesuatu padahal aku tidak pernah melakukannya.” Kemudian Allah menyuruh orang yand diadukan itu untuk membayar orang itu dengan sebagian pahala dan menyerahkannya kepada orang yang mengadu tersebut.

“kemudian datang orang lain lagi dan mengadu, “Ya Allah hakku pernah diambil dengan sewenang-wenang. Lalu Allah menyuruh lagi membayar dengan amal salehnya kepada orang yang mengadu itu.

“setelah itu datang lagi orang yang mengadu; sampai seluruh pahala salat, haji dan puasanya itu habis dipakai untuk membayar orang yang pernah disakiti hatinya, yang pernah dituduh tanpa alasan yang jelas. Semuanya dia bayarkan sampai tidak tersisa lagi pahala amal salehnya. Tetapi orang yang mengadu masih datang juga. Maka Allah memutuskan agar kejahatan orang yang mengadu dipindahkan kepada orang itu.”

Kata Rasulullah selanjutnya “itulah orang yang bangkrut di hari kiamat; yaitu orang yang rajin menjalankan ritus-ritus itu, upacara-upacara ibadah (salat, puasa, zakat, dan lain sebagainya) tetapi dia tidak memiliki akhlak yang baik. Dia merampas hak orang lain dan menyakiti hati mereka.”

Nah, sebenarnya apa yang menjadi pesan moral ibadah puasa yang kita lakukan itu. Salah satu pesan moral ibadah puasa yang utama ialah kita dilarang memakan makanan yang haram; supaya kita menjaga diri jangan sembarang memakan makanan. Bahkan makanan halal pun tidak boleh kita makan sebelum datang waktunya yang tepat. Jadi, jangan sembarang makan. Jangan makan asal saja. Kita mesti memperhatikan apa yang kita makan itu. Sayyidina Ali k.w. pernah berkata, “jangan jadikan perut anda sebagai kuburan hewan.” Maksudnya, mungkin, adalah bahwa kita tidak boleh terlalu banyak makan daging; apalagi cara memperolehnya dengan jalan yang tidak halal.

Sekarang pesan moral Ramadhan adalah jangan jadikan perut anda sebagai kuburan rakyat kecil. Jangan pindahkan tanah tanah dan ladang milik mereka ke perut anda. Itulah pesan moral puasa yang menurut saya relevan dengan kondisi pada hari ini; ketika kita saat ini dikejar-kejar oleh konsumtivisme (senang berfoya-foya dan berbelanja barang yang tidak bermanfaat) dan dikejar kejar untuk meningkatkan status sosial. Kita tidak jarang berani memakan hak orang lain. Kita sering jadi omnivora tanpa memperhatikan halal dan haram

Tetapi, tidaklah cukup hanya sampai disini pesan moral puasa itu. Puasa juga mengajarkan bahwa walaupun harta itu milik kita, tetapi kita tidak boleh memakannya sebelum datang waktunya yang tepat. Saya, sekali lagi, mengutip ucapa sayyidina Ali k.w “tidak aku melihat ada orang yang memperoleh harta yang berlimpah kecuali di sampingnya ada orang lain yang disia-siakan.” Artinya, kita tidak usah menjadi marxisme, untuk menyadari bahwa keuntungan yang berlimpah tinggal di Negara - negara miskin umumnya terjadi karena, misalnya upah buruh yang murah sehingga si pemilik perusahaan memperoleh keuntungan yang besar. Beberapa waktu yang lalu, misalnya, kita memperoleh keuntungan yang besar karena mereka membayar dengan upah yang rendah

Seandainya kita memperoleh gaji yang cukup tinggi, di dalam islam, kita tidak boleh memakan semua upah yang kita terima walupun itu hasil jerih payah kita sendiri. Kita, yang memperoleh penghasilanyang berlebih, mempunyai kewajiban untuk menyantuni orang-orang yang miskin. Dan itu merupakan pesan moral ibadah puasa. Puasa tidak akan bermakna apa-apa sebelum kita memberikan perhatian yang tulus kepada orang yang menderita disekitar kita. Di masjid al-Munawwarah ini dipraktikkan sebuah doa dari Rasulullah saw. Yang lazim diamalkan setiap selesai salat fardu. Dan menurut saya, doa itu mengandung pesan moral ibadah puasa itu.doa itu berbunyi begini




Ya Alah masukanlah rasa bahagia kepada penghuni kubur

Ya Allah kayakanlah semua orang-orang yang miskin

Ya Allah kenyangkan orang-orang yang lapar

Ya Allah berilah pakaian orang-orang yang telanjang

Ya Allah bayarkan utang orang orang yang berutang

Ya Allah bebaskan kesulitan orang yang mendapat kesulitan


Dan seterusnya. Doa itu panjang. Walaupun doa itu merupakan permohonan kita kepada Allah supaya yang lapar dikenyangkan, yang telanjang diberi pakaian, yang sakit di sembuhkan, yang mendapatkan kesulitan dihilangkan dari kesulitannya, pada saat yang sama doa itu mengajarkan tanggung jawab kita kepada orang –orang yang menderita di sekitar kita.

"Bundel al-Tanwir", JR @Ama